Monday, February 29, 2016

kumpulan puisi puisi terbaru

RINDU

tuk kaka Itho,aswin...teman2 kohati

Kawan...janganlah katakan
Bahwa aku melarikan diri dari perjuangan
Sesungguhnya aku baru memulainya

Di kejauhan aku merasa tersiksa
Suka-duka yang aku lewati sendirian
Tak akan bisa tergantikan
Dan tak seindah selain bersama kalian

Aku rindu tuk menyelimuti para kader Kohati
Dikala malam saat mereka terlelap
Rindu kemarahan dan air mata para kader ikhwan
Karena aku selalu dituduh mencipta masalah.

Kepergianku untuk menjauh dari kalian
Bukan karena aku membawa masalah
Sungguh...apa yang ku lakukan demi kebahagiaan keluarga
Meskipun mempengaruhi sebuah eksistensi.

Kawan...
Ber-HMI harus ikhlas dan sabar
Dan dengan niatan tulus dan suci tanpa tendensi
Seandainya..kalian menghadapi suatu masalah
Anggaplah itu adalah bunga romantisme
Ritmes dari suatu perjuangan

Janganlah tak ada sapa
Janganlah tak ada senyum
Janganlah ada kata melarikan diri dari sekret
Dan...
Janganlah ada kata pengunduran diri
Meskipun telah terjadi konfrensi luar biasa.





IKRAR

tuk yg dah nikah "La-ro-se"

Mega bertebaran di langit jingga sore itu.
Senandung kata bernada terbawa angin
Yang menari di sela reranting.
Bersuara merdu bak perindu merindu.

Wajah manis duduk di altar ketermanguan.
Menikmati penantian dalam kesendirian.
Mencari asa yang masih tertinggal di antara realitas.
Mungkinkah harap itu menjadi nyata.
Wujudkan impian dalam khayal.

Bilakah dermaga hidup terlabuhi.
Menukar sunyi dalam kegaduhan.
Menghadirkan keriangan dalam keramaian.
Menjadikan senandung cinta dari pencinta
Lebih bermakna...

Tarian waktu yang tak terhenti.
Berkuasa membawa diri pada masa dan ruang kepastian.
Musim semi itu akhirnya terjemput.
Pijar-pijar bahagia bergelayut di taman sang pencinta.
Menyesakan dada hingga tak mampu berkata

Ikrar suci yang terlantun.
Menjadi saksi cinta abadi









WANITA SHOLEHAH

Laksana rembulan...
Menyinari insan bumi.

Jika ia memandang...
Dunia seakan tergetar karena ketulusannya
Jika ia berkata...
Dunia seakan terlena karena kelembutannya.
Jika ia tersenyum...
Duniapun ikut tersenyum karena keikhlasannya.

Laksana pelita...
Tubuh terbakar demi sebuah pengorbanan.
Menjadi penuntun di tengah gemerlapnya dunia.

Laksana sahabiyah...
Langkah kakinya bagai langkah Fatimah.
Hidupnya penuh ketenangan jiwa.
Karena hatinya selalu berdzikir.

Dialah wanita sholehah..
Yang senantiasa menjadi penentu.
Akan sebuah perubahan dunia.












SESAMAR KASIH PENCARI REZEKI


Sering suatu ketika
Si kecil disoal tentang kerja
Bagi seorang ayah itu
Jawapannya mungkin sama atau ada bedanya

Polis,askar,pemandu bas ataupun doktor
Semuanya sudah lali di cuping ini
Namun nadi ini terhenti tatkala
Keluar dari sebuah mulut kecil itu
Jawabnya ayahku seorang doktor

Tangannya mengubat duka laraku
Jawabnya ayahku seorang jutawan
Mencari rezeki tanpa rungutan
Ayahku seorang pemandu hebat
Tak lelah menghantarku berulang kali

Basikal,kereta,motor semuanya pernah ku naiki
Jawabnya lagi ayahku seorang tentera
Menjaga keamanan rumah tangga
Ayahku juga seorang penyanyi
Mengalunkan lagu buat menjadi halwa telinga
Jawabnya ayahku seorang pakar motivasi

Buatku berani tatkala ketakutan menyapa
Membuatku tertawa saat kesedihan melanda
Aduh begitu banyak perkerjaan ayahnya
Katanya lagi sebelum melangkah pergi
Perlukah tahu pekerjaan ayahku
sedangkan ku sendiri tak tahu yang mana satu










SATU MUHARRAM



Kali pertama
Saat gerimis mengiris mimpi
Seolah takkan ada di pagi hari
Jiwaku perlahan mengayuh ingatan
Rumah kayu, tangga rapuh, jalan licin,
Tiang-tiang kecil dan tubuh renta

Di gumpalan awan yang berduka
Semua mata menitik luka
Kucoba kembali
Menembus berlapis cahaya
Indah nian lintang
Terdekap dalam benderang

Kurenungkan semua
Saat kegelapan membentang
Ada sorot marah, pikiran resah, jiwa yang pasrah
Berbau kemenyan yang membeku
Menghempas cemas di dada
sepoi hamparan berhembus cahaya
Di satu muharram










LUKISAN BERNYAWA


Mata itu belum jua lelah menatapku
bernyanyi dalam alam
bersenang dalam detik-detik berpulangnya
menatap tajam semakin dalam
mengingatkan pada masa kelam

Bibir merah tanpa diucap
peluh menetes tanpa keringat
ku sentuh walau tangan tak meraba
ku lihat kosong tapi ada sosok jauh yang mengintai
tetes bening nyatak bisa ku rasa
pilu itu tak bisa ku nikmati

Mati rasa? ya kuyakin itu yang benar terjadi
aku melihat bayangan yang tak pernah ku sadari
aku mendengar tak ku resapi
aku bertanya walaupun tak bersyarat
seketika riuh berbernada parau
ketika detik itu telah tiba
ku sadari,
aku laksana lukisan yang tak berbuat apa-apa 










DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang





SENJA DI PELABUHAN KECIL 


Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap













KECEWA


Ku langkah kan kaki mencari sedikit ketenangan...
Menghujam janji terbawa dalam tiap keresahan...
Diriku tiada lagi berarti untuk menyapa engkau
bersama DIRI nya...
Secarik luka membawa nestapa...
Seucap kata melabuh dalam kesuraman tawa...

Tapi mengapa...!!!
Kau tangisi kepergian ku...
Menyimpan harap namun tiada dapat untuk ku
mencapainya...

Kau ulurkan tangan kepada ku...
Tapi disamping mu hadir dirinya merebah senyuman...
Menyapa dalam pelukan mu...
Ini kah janji mu dulu dalam kesetiaan untuk bersatu...
Biar kan aku pergi...
Dan membiarkan mu hidup dalam kepalsuan cinta...













BAHASA LANGIT


Puisi Hanifah Nadya Kartika

Gumpalan awan di langit biru
Bercerita kisah kita
Saat deras hujan bagai air mata
Dan cerah mentari jadi wajah kita

Warna pelangi di langit biru
Hanya jadi saksi bisu
Saksi kisah perjalananku denganmu
Saat perbedaan jadi keindahan

Langit pun berbahasa
Dan bersenandung ria
Lantunkan lagu rindu antara engkau dan aku
Oh Sahabat…

Langit pun berbahasa
Tanda bersuka cita
Sambut esok dimana kita kan slalu bersama
Selamanya…

Dan dengarlah, dengarlah slalu
Itulah semua tentang kita,
cerita bahasa langit…


No comments:

Post a Comment